Sabtu, 27 Maret 2010

Teori Sosiologi Klasik

Mempelajari ilmu sosiologi tidak akan dapat terlepas pula dari mempelajari mata kuliah teori sosiologi baik yang klasik maupun yang modern. Dengan demikian Anda sebagai mahasiswa sosiologi mempunyai kewajiban untuk mempelajari dan juga memahami tentang landasan teori dari konsep-konsep sosiologi yang sudah dan yang akan Anda pelajari dalam mata kuliah-mata kuliah lainnya.

Mata kuliah Teori Sosiologi Klasik ini merupakan dasar untuk mempelajari mata kuliah Teori Sosiologi Modern, karena pemikiran dari para tokoh yang dikategorikan dalam teori sosiologi klasik banyak mempengaruhi bahkan menjadi dasar berpijak dari munculnya teori-teori dari para tokoh yang kemudian dikategorikan dalam teori sosiologi modern. Pemikiran-pemikiran serta konsep-konsep para tokoh sosiologi klasik dapat dikatakan sampai kapan pun akan terus menjadi payung dari munculnya teori-teori baru di kemudian hari, atau dapat juga dikatakan sosiologi klasik itu tidak akan pernah hilang dari khasanah perkembangan ilmu sosiologi.

Dalam teori sosiologi klasik akan dibahas latar belakang dari perkembangan teori sosiologi dan riwayat hidup dari para tokoh sosiologi klasik serta pemikiran-pemikiran mereka. Berawal dari modul pertama pembahasan akan mengetengahkan materi tentang teori sosial dalam konteks sosiologi kemudian dilanjutkan dengan materi tentang sejarah teori sosiologi klasik yang akan dikemukakan pada modul kedua. Sesuai dengan perkembangan masyarakat yang terjadi pada abad ke-20 maka teori sosiologi pun juga mengalami perkembangan, dimana akan dibahas tentang teori sosiologi menjelang abad ke-20 dan perkembangannya setelah pertengahan abad ke-20, semua itu akan dijelaskan pada modul ketiga.

Agar Anda dapat mengetahui secara lebih jelas tentang tokoh sosiologi klasik maka pada modul-modul berikutnya yang dimulai dari modul empat sampai modul dua belas, akan disajikan pembahasan tentang tokoh-tokoh dari teori sosiologi klasik. Pembahasan akan berawal dari Auguste Comte, Hebert Spencer, Karl Marx, Emile Durkheim, Max Weber, Georg Simmel, Karl Mannheim, Robert Ezra Park, dan juga Alfred Schutz . Setiap pembahasan akan diuraikan tentang riwayat hidup masing-masing tokoh, yang kemudian dilanjutkan pula tentang pemikiran teoritis mereka masing-masing.

Para sosiolog Amerika awal beraliran politik liberal dan tidak konservatif seperti kebanyakan teoritisi Eropa awal. Menurut Schwendinger dan Schwendinger (1974) menyatakan bahwa teori sosiologi Amerika awal membantu merasionalkan eksploitasi, imperialisme domestik dan internasional, serta ketimpangan sosial. Dengan demikian, liberalisme politik sosiolog awal ini mengandung implikasi konservatif yang sangat besar.Beberapa faktor yang berperan penting dalam perkembangan teori Amerika adalah industrialisasi dan urbanisasi. Roescoe Hinkle (1980) dan E. Fuhrman (1980) melukiskan beberapa konteks dasar yang mendorong bangunan teori yang menyangkut perubahan sosial. Sementara Arthur Vidich dan Stanford Lyman (1985) menunjukkan besarnya pengaruh Kristen, terutama ajaran Protestan, terhadap kemunculan sosiologi Amerika. Menurutnya, sosiologi merupakan �respon moral dan intelektual terhadap masalah kehidupan dan terhadap pemikiran lembaga dan keyakinan orang Amerika�Ciri lain sosiologi Amerika awal adaah berpaling dari perspektif historis dan searah dengan orientasi positivistik atau �ilmiah�. Sosiolog Amerika lebih cenderung mengarah pada upaya studi ilmiah terhadap proses-proses sosial jangka pendek daripada membuat interpretasi perubahan historis jangka panjang. Kebanyakan teoritisi Eropa menciptakan teori sosiologi, sedangkan teoritisi Amerika memanfaatkan landasan teoritis yang sudah disediakan itu.Berikut tokoh-tokoh yang secara historis berpengaruh terhadap teori sosiologi:Spencer (1820-1903). Spencer lebih berpengaruh terhadap sosiologi Amerika awal dikarenakan Spencer menulis dalam bahasa Inggris, sedangkn teoritisi lain tidak. Selain itu ia menulis dalam pengertian nonteknis yang menyebabkan karyanya mudah diterima oleh kalangan yang lebih luas. Teorinya bersifat menerangkan bagi masyarakat yang tengan menjalani proses industrialisasi.

William Graham Sumner (1840-1910). Pada dasarnya ia menganut pemikiran survival of the fittest dalam memahami dunia sosial. Seperti Spencer, ia melihat manusia berjuang melawan lingkungannya dan yang paling kuatlah yang akan berhasil mempertahankan hidupnya. Sistem teoritis ini cocok dengan perkembangan kapitalisme karena menyediakan legitimasi teoritis bagi ketimpangan kekuasaan dan kekayaan yang ada.

Lester F. Ward (1841-1913). Ward menerima gagasan bahwa manusia berkembang dari bentuk yang lebih rendah ke statusnya yang seperti sekarang. Ia yakin bahwa masyarakat kuno ditandai oleh kesederhanaan dan kemiskinan moral, sedangkan masyarakat modern lebih kompleks, lebih bahagia dan mendapatkan kebebasan lebih besar. Menurutnya, sosiologi tidak hanya bertugas meneliti kehidupan sosial saja, tetapi harus pula menjadi lmu terapan. Sosiologi terapan ini meliputi kesadaran yang menggunakan pengetahuan ilmiah untuk mencapai kehidupan masyarakat yang lebih baik.

Thorstein Veblen (1857-1929). Arti penting gagasannya terdapat dalam bukunya yang berjudul The Theory of the Leisure Class (1899/1994) memfokuskan pada konsumsi, bukannya produksi. Jadi karya ini mengantisipasi pergeseran dalam teori sosiologi dewasa ini yang berpindah dari fokus produksi menuju fokus konsumsi.Aliran ChicagoAlbion Small (1848-1926). Pendiri Jurusan Sosiologi Universitas Chicago tahun 1892. Pendapatnya mengarah kepada pandangan bahwa sosiologi harus memusatkan perhatian pada reformasi sosial dan pandangan ini digabungkan dengan keyakinan bahwa sosiologi haruslah selalu ilmiah.W.I. Thomas (1863-1947). Pernyataan utamanya mucul pada tahun 1918 dengan diterbitkannya hasil riset ilmiah bersama Florian Znaniecki berjudul The Polish Peasant in Europe and America. Martin Bulmer melihatnya sebagai studi “landmark“ karena hasil studinya itu �memindahkan sosiologi dari teori abstrak dan riset kepustakaan ke studi dunia empiris dengan menggunakan sebuah kerangka teoritis. Selain itu terdapat juga pernyataan psikologi sosialnya yang paling terkenal adalah: “Bila manusia mendefinisikan situasi sebagai nyata, maka akibatnya adalah nyata.“ Penekanannya adalah pada arti penting apa yang dipikirkan orang dan bagaimana pikirannya itu mempengaruhi apa yang mereka kerjakan. Sasaran perhatian psikologi sosial mikroskopik ini bertolak belakang dengan sasaran perhatian perspektif struktur sosial dan kultural pemikir Eropa seperti Marx, Weber, dan Durkheim. Inilah salah satu ciri khas produk teoritis aliran Chicago – interaksionisme simbolik.Robert Park (1864-1944). Ia mengembangkan minat yang besar dari aliran Chicago terhadap ekologi urban. Bersama Ernest W. Burgess, 1921, ia menerbitkan buku ajar sosiologi pertama yang berjudul An Introduction to The Science of Sociology.

Charles Horton Cooley (1864-1929). Ia mempelajari tentang aspek psikologi sosial dari kehidupan sosial. Cooley menekuni tentang kesadaran. Yang terkenal adalah konsep cermin diri (the looking glass self), yang menyatakan bahwa manusia memiliki kesadaran dan kesadaran itu terbentuk dalam interaksi sosial yang berlanjut. Selain itu adalah konsep kelompok primer, yakni kelompok yang hubungan antara anggotanya sangat akrab dan bertatap muka dalam arti saling mengenal kepribadian masing-masing. Baik Cooley maupun Mead menolak pandangan behavioristik tentang manusia, pandangan yang menyatakan manusia (individu) memberikan respon secara membabi buta dan tanpa kesadaran terhadap rangsangan dari luar. Ia menganjurkan sosiolog mencoba menempatkan diri di tempat aktor yang diteliti dengan menggunakan metode introspeksi simpatetik untuk menganalisis kesadaran itu. Sosiologi seharusnya memusatkan perhatian pada fenomena psikologi sosial seperti kesadaran, tindakan, dan interaksi.

George Herbert Mead (1863-1931). Pemikiran Mead perlu dilihat dalam konteks behaviorisme psikologi tentang pemusatan perhatian pada aktor dan perilakunya. Setelah kematian Mead dan pindahnya Park, mulai memudar Sosiologi Chicago.

Selain itu, sekelompok wanita juga membentuk organisasi reformasi sosial serta mengembangkan teori sosiologi rintisan. Diantara wanita itu adalah Jane Adams (1860-1935), C. P. Gilman (1860-1935), A. J. Cooper (1858-1964), Ida W. Barnett (1862-1931), Marianne Weber (1870-1954) dan B.P. Webb (1858-1943). Ciri-ciri utama teori mereka yang sebagian dapat menjelaskan bahwa teori itu mereka kemukakan dalam rangka upaya membangun sosiologi profesional. Karena perkembangan disiplin sosiologi meminggirkan sosiolog dan teoritisi sosiologi wanita, metode riset mereka sering dipadukan dengan praktik yang mereka lakukan sendiri, dan aktivitas para wanita itu dijadikan sebagai alasan untuk menetapkan mereka sebagai �bukan sosiolog�.

W.E.B. Du Bois (1868-1963) dan Teori Ras. Ia tertarik pada ide-ide abstrak demi melayani hak-hak sipil, terutama untuk orang-orang Afrika Amerika. Studinya, The Philadelphia Negro (1899/1996), terhadap tujuh distrik di Philadelphia dan terkenal sebagai etnografi rintisan. Teorinya yang terkenal The Soul of Black Folk serta veil (selubung) yang menciptakan separasi yang jelas antara orang Afrika-Amerika dan kulit putih. Selain itu teori kesadaran ganda (double conciousness), perasaan akan “ke-dua-an� atau perasaan di pihak Afrika-Amerika yang melihat dan mengukur diri sendiri melalui mata orang lain.

Teori Sosiologi Hingga Pertengahan Abad 20

Pitirim Sorokin (1889-1968). Ia mendirikan jurusan sosiologi di Harvard dan mengangkat Talcot Parsons sebagai instruktur sosiologi.

Talcot Parsons (1902-1979). Pada tahun 1937, ia menerbitkan buku yang berjudul The Structure of Social Action. Buku ini penting karena: pertama, memperkenalkan teori-teori besar Eropa ke kalangan luas di Amerika. Kedua, Ia memusatkan perhatian pada karya Durkheim, Weber,dan Pareto. Ketiga, menjadi tonggak penyusunan teori sosiologi sebagai kegiatan sosiologi yang penting dan sah. Keempat, Ia menekankan penyusunan teori sosiologi khusus yang telah berpengaruh besar terhadap sosiologi. Ia lebih memusatkan perhatianpada sistem sosial dan fungsionalis struktural. Kekuatannya terletak pada hubungan antara struktur sosial berskala besar dan pranata sosial. Buku lainnya berjudul The Social System(1951), berkonsentrasi pada struktur masyarakat dan pada antarhubungan berbagai struktur itu. Perubahan dipandang sebagai proses yang teratur dan Parsons akhirnya menerima pemikiran neorevolusioner tentang perubahan sosial.

George Homans (1910-1989). Ia mencetuskan teori Pareto dan kemudian dijadikan buku yang bejudul An Introduction to Pareto (ditulis bersama Charles Curtis) tahun 1934. Selain itu, ia mengemukakan teori behaviorisme psikologi. Berdasarkan perspektif ini, ia membangun teori pertukaran.Di sini Harvard dan produk teoritis utamanya, fungsionalisme struktural, menjadi dominan dalam sosiologi di akhir tahun 1930-an dan menggantikan aliran Chicago dan interaksionisme simbolik.Herbert Blumer (1900-1987). Ia menciptakan ungkapan symbolic interactionism pada tahun 1937.Pada tahun 1900-an hingga 1930-an teori Marxian berkembang, disertai kemunculan aliran kritis atau aliran Frankfurt. Teori kritis menggabungkan pemikiran Marx dan Weber yang menciprakan istilah �Marxisme Weberian�. Aliran ini menggunakan teknik penelitian ilmiah yang dikembangkan oleh sosiolog Amerika untuk meriset masalah minat terhadap pemikiran Marxis. Teoritisi kritis berupaya menyatukan teori yang berorientasi Freudian dengan pemikiran Marx dan Weber di tingkat sosialdan kultural.Karl Manheim (1893-1947). Ia terkenal karena membedakan antara dua sistem gagasan – ideologi dan utopia. Ideologi adalah sistem gagasan yang mencoba menyembunyikan dan melestarikan keadaan kini dengan menginterpretasikannya dari sudut pandang masa lalu. Sebaliknya, utopia adalah sistem gagasan yang mencoba melampaui keadaan kini dengan memusatkan perhatian pada masa datang.Teori Sosiologi dari Pertengahan Abad 20Era 1940-an dan 1950-an adalah tahun paradoks antara puncak dominasi dan awal kemerosotan fungsionalisme struktural.George Huaco (1986) mengaitkan pertumbuhan dan kemerosotan fungsionalisme struktural dengan posisi masyarakat Amerika dalam tatanan dunia.C. Wright Mills (1916-1962). Ia menerbitkan dua karya utama: pertama, White Collar yakni pekerja berkerah putih. Kedua, The Power Elite (1956) merupakan buku yang menunjukkan betapa Amerika didominasi oleh sekelompok kecil pengusaha, politisi dan pimpinan tentara. Selain itu, ia menerbitkan buku yang berjudul The Sosiological Imagination (1959). Buku ini mengandung kritikan keras Mills terhadap Parsons dan terhadap praktik teori besarnya.

Dahrendorf . Karya utamanya Class and Class Conflict in Indutrial Society (1959) berpengaruh dalam teori konflik karena banyak menggunakan logika struktural-fungsional yang memang sesuai dengan logika sosiolog aliran utama.

George Homans (1910-1989). Lahirnya teori pertukaran dan ia menggunakan pendekatan behaviorisme paikologi Skinner. Ia menerbitkan buku Social Behavior: Its Elementary Forms. Menurutnya jantung sosiologi terletak dalam studi interaksi dan perilaku individual. Perhatian utamanya lebih tertuju pada pola-pola penguatan (reinforcement), sejarah imbalan (reward), dan biaya (cost) yang menyebabkan orang melakukan apa-apa yang mereka lakukan.

Erving Goffman (1922-1982). Pernyataan paling terkenal Goffman tentang teori dramaturgis berupa buku Presentation of Self in Everiday Life, diterbitkan tahun 1959. Menurutnya interaksi dilihat sangat rapuh, dipertahankan oleh kinerja sosial. Kinerja sosial yang buruk atau kacau merupakan ancaman besar terhadap interaksi sosial sebagaimana yang terjadi pada pertunjukan teater.Alfred Schutz (1899-1959). Ia memusatkan perhatian pada cara orang memahami kesadaran orang lain sementara mereka hidup dalam aliran kesadaran mereka sendiri. Ia juga menggunakan perspektif intersubjektivitas dalam pengertian lebih luas untuk memahami kehidupan sosial, terutama mengenai ciri sosial pengetahuan. Secara keseluruhan Schutz memusatkan perhatian pada hubungan dialektika antara cara individu membangun realitas sosial dan realitas kultural yang mereka warisi dari para pendahulu mereka dalam dunia sosial.Bila para sosiolog fenomenologi cenderung memusatkan perhatian pada apa yang dipikirkan orang, sosiolog etnometodologi mencurahkan perhatian pada studi terinci tentang percakapan orang. Etnometodologi pada dasarnya adalah studi tentang kumpulan pengetahuan berdasarkan akal sehat dan rangkaian prosedur dan pertimbangan (metode) yang dapat dipahami anggota masyarakat biasa dan yang mereka jadikan sebagai landasan untuk bertindak.Akhir 1960-an ditandai perkembangan teori Marxian dalam teori sosiologi Amerika. Dan berawal di penghujung 1970-an, muncul teori baru yang menantang teori sosiologi yang sudah mapan – dan bahkan menantang sosiologi Marxian sendiri. Cabang pemikiran sosial radikal terakhir inilah yang dimaksud dengan teori feminis kontemporer. Teori feminis melihat dunia dari sudut pandang wanita untuk menemukan cara yang signifikan, tetapi tak diakui dimana aktivitas wanita – yang disubordinasikan berdasarkan jender dan dipengaruhi oleh berbagai praktik stratifikasi seperti kelas, ras, umur, heteroseksual yang dipaksakan, dan ketimpangan geososial – membantu menciptakan dunia. Teori ini berinteraksi dengan perkembangan aliran post-strukturalis dan post-modern. Ketika strukturalisme tumbuh di dalam sosiologi, di luar sosiologi berkembang pula post-strukturalisme.Michael Foucault (1926-1984). Ia memusatkan perhatian pada struktur, tetapi kemudian ia beralih keluar struktur, memusatkan perhatian pada kekuasaan dan hubungan antara pengetahuan dan kekuasaan.Perkembangan Terkini dalam Teori SosiologiBanyak karya dalam teori sosiologi Amerika yang memusatkan perhatian pada hubungan antara teori-teori mikro dan makro serta menyatukan antara berbagai tingkat analisis. Ada empat tingkatan utama analisis sosial yang harus dijelaskan menurut cara yang terintegrasi: subjektivitas makro, objektivitas makro, subjektivitas mikro, dan objektivitas mikro.Sejalan dengan pertumbuhan minat terhadap analisis integrasi mikro-makro di Amerika, di Eropa orang memusatkan perhatian pada analisis integrasi agen-struktur. Ada empat upaya analisis utama dalam teori sosial Eropa masa kini yang dapat dihimpun:

* Teori strukturisasi Anthony Gidden (1984), melihat agen dan struktur sebagai dualitas, artinya keduanya dapat dipisahkan satu sama lain.
* Margaret Archer (1982) menolak pendapat yang menyatakan agen dan struktur dapat dipandang sebagai dualitas, tetapi lebih melihatnya sebagai dualisme.
* Piere Bourdieu dalam bukunya, masalah agen-struktur diterjemahkan menjadi pemusatan perhatian terhadap hubungan antara habitus dan bidang atau lapangan (field).
* Jurgen Habermas menjelaskan masalah agen-struktur di bawah judul �kolonisasi kehidupan-dunia�.Gerakan di atas membuka jalan untuk gerakan lebih luas menuju sintesis teoritis yang dimulai sekitar awal tahun 1990-an. Terdapat dua aspek khusus karya sistesis baru dalam teori sosiologi. Pertama, sintesis yang sangat luas dan tak terbatas pada upaya sintesis yang terpisah. Kedua, sintesis yang bertujuan menyintesiskan pemikiran teoritisi yang relatif sempit dan tidak mengembangkan teori sintesis besar yang meliputi semua teori sosiologi.Semua teoritisi klasik besar (Max, Weber, Durkheim, dan Simmel) memikirkan dunia modern.
* Anthony Giddens menggunakan istilah seperti modernitas �radikal� atau �tinggi�. Ia melihat modernitas sekarang sebagai �juggernaut� yang lepas kontrol.

Menurut Ulrich Beck (1992), modernitas yang baru muncul ini paling tepat dilukiskan sebagai �masyarakat berisiko�. Jurgen Habermas melihat modernitas sebagai proyek yang belum selesai. Sedangkan post-modernitas adalah sejarah baru yang dianggp telah menggantikan era modern atau modernitas. Teori sosial post-modern adalah cara berpikir baru tentang post-modernitas; dunia sudah demikian berbeda sehingga memerlukan cara berpikir yang sama sekali baru.Teori-teori yang Perlu Diperhatikan di Awal Abad 21Teori Sosial MultikulturalKarakteristik teori multikultural adalah:

* Penolakan terhadap teori universalistik yang cenderung mendukung pihak yang kuat; teori multikultural berupaya memberdayakan pihak yang lemah.
* Teori multikultural mencoba menjadi inklusif, menawarkan teori atas nama kelompok-kelompok lemah.
* Teoritisi multikultural tidak bebas nilai; mereka sering menyusun teori atas nama pihak lemah dan bekerja di dunia sosial untuk mengubah struktur sosial, kultur dan prospek untuk individu.
* Teoritisi multikultural tidak hanya berusaha mengganggu dunia sosial tetapi juga dunia intelektual; mereka mencoba menjadikannya lebih terbuka dan beragam.
* Tidak ada usaha untuk menarik garis yang jelas antara teori dan tipe narasi lainnya.
* Teori multikultural sangat kritis; kritik itu adalah kritik terhadap diri dan kritik terhadap teoritisi lain serta terhadap dunia sosial.
* Teoritisi multikultural mengakui bahwa karya mereka dibatasi oleh sejarah tertentu, konteks kultural dan sosial tertentu, dimana mereka pernah hidup dalam konteks tersebut.

Teori Sosial Post-ModernTeori ini cenderung mendefinisikan masyarakat post-modern sebagai masyarakat konsumen, dengan akibat bahwa konsumsi memainkan peran penting dalam teori itu.Teori Konsumsi

Terdapat peningkatan dalam karya teoritis tentang konsumsi. Sebagai contoh karya teoritis yang didasarkan pada setting dimana kita mengonsumsi, misalnya Consuming Places (Urry, 1995), Enchanting a Disechanted World: Revolutionizing the Means of Consumption (Humphery, 1998).

Teori Aktor-Jaringan

Teori ini sangat dipengaruhi oleh strukturalisme dan post-strukturalisme.Teori GlobalisasiTeori ini muncul karena semakin mengglobalnya dunia sosial.Jadi, karena dunia sosial (dan intelektual) terus-menerus berubah, kita dapat mengantisipasi aliran perkembangan teori baru yang didesain untuk menjelaskan dan menangani perubahan-perubahan tersebut.

Sosiologi Hukum

BAHAN KULIAH
SOSIOLOGI HUKUM

Bab I Pengantar
Pendekatan hukum positivistik, normatif, legalislitik, formalistik.
Pendekatan ini lebih melihat hukum sebagai bangunan morma yang harus dipahami dengan meanganilis teks atau bunyi undang-undang atau peraturan yang tertulis. Dalam rangka mempelajari teks-teks normatif tersebut maka yang menjadi sangat penting untuk menggunakan logika hukum (legal reasoning) yang dibangan atas dasar asas-asas, dogma-dogma, doktrin-doktrin, dan prinsip-prinsip hukum terutama yang berlaku secara universal dalam hukum (modern).
Dalam kenyataannya pendekaan ini memiliki kelemahan atau kekurangan karena tidak dapat menjelaskan kenyataan-kenyataan hukum secara memuaskan, terutama ketika praktek hukum tidak sesuai dengan aturan-aturan hukum yang tertulis. Seperti ketika prinsip hukum undang-undang menyatakan bahwa hukum tidak boleh berlaku diskriminiatif atau equality before the law, hukum tidak boleh saling bertentangan, siapa yang bersalah harus dihukum, hukum harus ditegakkan sekalipun langit akan runtuh dan sebagainya, namun kenyataannya terdapat kesenjangan (gap atau diskrepansi) dengan kenyataan hukum yang terjadi.

Pendekatan Hukum Empiris, Sosiologis, Realisme, Konteks Sosial
Pendekatan ini lebih melihat hukum sebagai bangunan sosial (social institution) yang tidak terlepas dari bangunan sosial lainnya. Hukum tidak dipahami sebagai teks dalam undang-undang atau peraturan tertulis tetapi sebagai kenyataan social yang menafest dalam kehidupan. Hukum tidak dipahami secara tekstual normative tetapi secara konteksual. Sejalan dengan itu maka pendekatan hukum tidak hanya dilandasi oleh sekedar logika hukum tetapi juga dengan logika social dalam rangka seaching for the meaning.
Pendekatan ini diharapkan dapat menjelaskan berbagai fenomena hukum yang ada melalui alat bantu logika ilmu-ilmu sosial. Berbagai praktek-praktek hukum yang tidak sesuai dengan aturan normative, disparitas hukum, terjadinya deviant behavior, anomaly hukum, ketidakpatuhan (disobedience), pembangkangan hukum, violent, kriminalisme dan sebagainya akan lebih mudah dijelaskan melalui pendekatan ini.

Perbandingan dua model pendekatan hukum
Aspek Hukum Positivis analitis (Jurisprudential) Model Sosiologis
Fokus Peraturan Struktur Sosial
Proses Logika Perilaku (behavior)
Lingkup Universal Variabel
Perspektif Pelaku (Participant) Pengamat (Observer)
Tujuan Praktis Ilmiah
Sasaran Keputusan (Decission) Penejelasan (Expalanation)
Sumber : Donald Black. Sociological Justice, 1989 : 21.

Menuju pendekatan hukum yang holistik dan visoner.
Sebagai upaya menuju pemahaman hukum secara holistic dan visoner kiranya diperlukanm adanya pergeseran paradigma (paradigm shift) dimana kedua pendekatan tersebut dapat digunakan secara sinergis dan komplementer. Artinya, pendekatan terhadap hukum tidak hanya mengambil salah satu, tetapi harus mengambil keduannya secara utuh sehingga akan dapat dilakukan analisis secara holistic dan komprehensif.
Pendekatan hukum yang positistik saja akan menyebabkan hukum akan teralienasi dari basis sosial dimana dimana hukum itu berada. Pendekatan ini semata mungkin akan dapat memperoleh nilai kepastian hukum sebagai salah satu tujuan hukum.
Sebaliknya pendekatan hukum empiris, sosiologis, realisme, atau konteks sosial saja akan menyebabkan seolah-oleh hukum tertulis menjadi tidak diperlukan tetapi hanya melihat realitas hukum yang terjadi. Jika pendekatan ini dipakai sebagai satu-satunya alat dalam memahami hukum maka sangat dapat mengakibatkan terjadinya ketidakpastian hokum bahkan dikhawatirkan tidak lagi diperlukan lagi adanya hukum atau undang-undang sehingga lebih lanjut dapat terjadi anarkisme hukum.
Positivisme Hukum
• Berkembang pesat pada abd IX sejalan dengan tumbuhnya konsep Negara-negara modern
• Siostem trias politika yang membagi kekuasaan Negara menjadi tiga dan kekuasaan legislative memproduksi hukum sebanyak mungkin
• Gerakan liberalisme yang bertujuan untuk melindungi kepentingan individu melalui hukum tertulis
• Munculnya tokoh pemikir gerarakan positivisme seperti
• H.L.A Hart
1) Undang-undang adalah perintah manusia
2) Todak perlu ada hubungan hukum dengan moral
3) Sistem hukum adalah logis dan terutup
4) Penilaian moral tidak dapat diberikan atau dipertahankan
5) Esensi hukum terletak pada adanya penggunaan paksaan
• Lon Fuller : ada 8 (delapan) prinsip yang harus diperhatikan dalan substansi hukum positip
• John Austin : Hukum adalah perintah kekuasaan politik yang berdaulat.
• Hans Kelsen : Teori Hukum Murni, dan teori Stufenbau.
Paham Positivisme di Indonesia berkembang karena :
1. Pendidikan hukum di Indonesia lebih mengarahkan kepada tujuan untuk menciptakan sarjana Hukum yang profesional (keahlian hukum yang monolitik). S1 mencetak tukang untuk menerapkan  bagaimana menciptakan SH yang handal dalam profesi hukum, seolah-olah hukum di dominasi Undang-undang  normatik, sehingga realitas hukum dianggap realtif tidak penting.









Civil Law : deduktif : dibuat aturan yang umum yang dibuat untuk menyelesaikan kasus. Jadi hukumnya sama meski kebutuhan masyarakat berbeda-beda dan asumsinya UU pasti sudah bagus.

2. Pendidikan di Indonesia mewarisi tradisi continental law yang mengikuti civil law
Hukum adalah sesuatu yang sudah ada dalam UU atau perturan tertulis, sehingga sumber hukum hanyalah undang-undang dan di luar itu tidak ada hukum. Hal tak lepas dari sistem hukum Belanda yang dibawa colonial masuk ke Indonesia dengan psrinisp konkordansi. Asumsinya undang-undang tidak boleh diprotes, UU dianggap sudah baik karena pembentuk hukum sudah merancangh dengan sungguh-sungguh.
- Civil law cenderung empiris / induktifnya tidak digunakan
- Lobus de droit : hakim adalah mulut undang-undang karena hakim dalam menentukan putusan sudah ditentukan oleh undang-undang, sehingga penemuan-penemuan hukum menjadi miskin

3. Pendidikan hukum di Indonesia lebih banyak mengajarkan pada fisiologi hukum tapi kurang mengajarkan pada patologi hukum. Kebanyakan yang diajarkan hanya asas-asas dan norma hukum substantive, tetapi ilmu penyakit hukumnya tidak diajarkan sehingga kita tidak terbiasa menganalisis penyimpangan-penyimpangan dalam bekerjanya hukum, padahal hal itu menjadi penting untuk meberikan terapi bagi penyakit hukum.
Menurut Satjipto Rahardjo
Ada tiga penyebab sarjana hukum Indonesia menganut positifisme :
1. tidak banyak melakukan penelitian hukum di lapangan
2. tidak banyak melakukan kritik-kritik terhadap hukum
3. beranggapan sistem hukum tidak bisa dirubah

Perkembangan Ke Arah Ilmu Hukum Sosiologis
Memasuki Abad XX mulai muncul pemikiran untuk meberikan penjelasan lebih baik terhadap hekakekat hukum dan tempat hukum dalam masyarakat. Ketidakpuasan terhadap positifisme kian berekembang karena paham tersebut acapkali tidak sesuai dengan keadilan dan kebenaran sehingga muncul gerakan-gerakan untuk “melawan” positifisme. Hal itu tampak dari fenomena yang disebut:
1. Donald Black  The age of sociology
2. Morton White  The revolt against formalisme
3. Alan Hunt  The sociological movement in law.
Keadilan kadang sulit terungkap. Jika berhadapan dengan formalisme, dimana hakim dalam suatu kasus kadang sulit untuk membuktikan meskipun yakin kalau si pelaku bersalah.
Menurut Gustav Radbruh : hukum harus mengandung tiga nilai idealitas :
1. Kepastian  yuridis
2. Keadilan  Filosofis
3. Kemanfaatan  Sosiologis
Menurut Prof. Satjipto Rahardjo, ada 3 karakteristik sosiologi hukum sebagai ilmu :
1. Bertujuan untuk memberikan penjelasan terhadap praktek-praktek hukum
2. Menguji empirical validity dari peraturan/pernyataan dan hukum
3. Tidak melakukan penilaian terhadap perilaku hukum  sebagai tetsachenwissenschaaft yang melihat law as it is in the book tidak selalu sama dengan law as it is in society, namun hal tersebut tidak perlu dihakimi sebagai sesuatu yang benar atau salah.

Pohon Ilmu Hukum







Bab II Bekerjanya Hukum

TEORI BEKERJANYA HUKUM
(Robert B. Seidman, 1972)



Faktor-faktor sosial dan
Personal lainnya


Lembaga
Pembuat
Peraturan
Umpan Balik
Norma
Umpan Balik Norma



Lembaga Aktivitas
Penerap Penerapan
Peraturan




Faktor-faktor Sosial dan Faktor-faktor Sosial dan
Personal Lainnya Personal Lainnya

Dari bagan tersebut dapat dijelaskan bahwa :
a) Setiap peraturan hukum memberitahu tentang bagaiman seorang pemegang peranan (role occupant) itu diharapkan bertindak. Bagaimana seorang itu akan bertindak sebagai respons terhadap peraturan hukum merupakan fungsi-peraturan-peraturan yang ditujukan kepadanya, sanksi-sanksinya, aktivitas dari lembaga-lembaga pelaksana serta keseluruhan kompleks sosial, politik dan lain-lainnya mengenai dirinya.
b) Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana itu akan bertindak sebagai respons terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan hukum yang ditujukan kepada mereka, sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks kekuatan sosial, politik dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari pemegang peranan.
c) Bagaimana para pembuat undang-undang itu akan bertindak merupakan fungsi peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku mereka, sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks kekuatan sosial, politik, ideologis dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari pemegang peran serta birokrasi.

HUKUM SEBAGAI SUB SISTEM SOSIAL
Menurut teori sibenertika Talcoot Parson suatu sistem social pada hakekatnya merupakan suatu sinergi antara berbagai sub sistem social yang saling mengalami ketergantuangan dan keterkaitan sau dengan yang lain.
Adanya hubungan yang saling keterkaitan, interaksi dan saling ketergantungan.
Hukum
Sosial politik
Ekonomi budaya

Hukum dan politik saling dominan untuk menjadi yang paling unggul/ dominan/ primer dalam konfigurasinya.
Hukum dalam kehidupan sistem sosial hukum menjadi hal yang berpengaruh.
Slah satu sistem yang dominan akan diikuti oleh sistem yang lainnya, demikian juga ketika terjadi supremasi hukum maka aspek-aspek lain mengikuti.



Perbandingan Karakteristik
Karakteristik Hk. Sosiologi Sosiologi Hukum
1. Ilmu Induk 1. Ilmu 1. Sosiologi
2. Sifat kajian 2. Hub. Noramtik/logistik 2. Kusalitas (exprerience)
3. Titik tolak 3. Sollen (ius) 3. Fakta (sein)
4. Teori 4. Ajaran pandangan ttg norma 4. Hub. antar gejala sistem
5. Kedudukan Hk. 5. Sbg titik tolak / orientasi 5. Sbg. Alat uji
6. Obyek kajian 6. Norma 6. Perilaku
7. Metode prosedur 7. Ilmu Hukum 7. Sosiologi
8. Logika 8. Deduktif 8. Induktif

Bab II Obyek Sosiologi Hukum

Obyek Sosiologi Hukum
• Beroperasinya hukum di masyarakat ( ius operatum) atau law in action dan pengaruh timbal balik antara hukum dan masyarakat.
• Dari segi statiknya (struktur) : kaidah sosial, lembaga sosial, kelompok social dan lapisan sosial.
• Dari segi dinamiknya ( proses sosial), interaksi dan perubahan sosial.
Menurut Soetandyo Wignyosoebroto:
1) Mempelajari hukum sebagai alat pengendali sosial ( by government ).
2) Mempelajari hukum sebagai kaidah sosial. Kaidah moral yang dilembagakan oleh pemerintah.
3) Stratifikasi sosial dan hukum.
4) Hubungan perubahan sosial dan perubahan hukum.

Menurut Soerjono Soekanto :
1. Hukum dan struktur sosial masyarakat. Hukum merupakan Social Value masyarakat.
2. Hukum, kaidah hukum dan kaidah sosial lainnya.
3. Stratifikasi sosial dan hukum.
4. Hukum dan nilai sosial budaya.
5. Hukum dan kekerasan.
6. Kepastian hukum dan keadilan hukum.
7. Hukum sebagai alat untuk melakukan perubahan sosial.

BAB III MASUKAN PEMIKIRAN SOSIOLOGI HUKUM

Analitical Yurisprudence oleh John Austin :

Melahirkan kodifikasi yang bersifat tertutup.
Dilanjutkan Hans Kelsen dengan Teory Stuffen Baw.
Grundnorm


Hukum adalh bangunan norma-norma yang bersifat hierarkhis, ( lex superior derogat lege inferior),( lex specialis derogat lege generalis)
-melahirkan faham positifisme/ formalisme.
Historical Yurisprudensi: Von Savigny,
-Hukum adalah cermin dari jiwa rakyatnya maka muncul istilah-sulis supreme juristex, dan hukum harus dilihat dari sosial budaya masyarakat.
-Kekuasaan membentuk hukum ada pada rakyat maka hukum itu ditemukan seiring dengan perkembangan masyarakat ( dari hukum sebagai sistem masyarakat sosial masyarakatnya.
-Gerakan melawan formalisme, di Inggris tokohnya adalah Jeremy Bentham dll.
Sosiologische Yurisprudence ( Roscoe Pound)
-Ilmu Hukum yang sosiologis
-Akan terjadi pembangkangan sosial kalau hukum dibuat tidak berdasar pada kehidupan sosial masyarakatnya.
-Pada perkembangannya aliran ini timbullah aliran realisme hukum (di Amerika).
Legal Realisme (Amerika)
Apa yang ada dalam kenyataan,
Tool as Social Engeenering berubah daripembentuk UU ( Legislator) , menjadi hakim.

Critical Legal Study Movement: Gerakan Studi Hukum Kritis.
-Lahir di Harvard, muncul atas ketidaksukaan mereka akan determinannya politik.
Contoh: dalam perang Vietnam.
-Pelopornya Roberto Mangabeira Unger
-Tema : menolak tradisi hukum Liberal yang dominan.
Adanya ketimpangan sosial yang diakibatkan oleh hukum.
-Elektis ( pendekatan yang tidak konsisten)
Sintesis ( dua pendekatan yang digunakan bersamaan).
-Membuka teori Obyektivitas hukum ( kaya kritik, dikembangkan oleh orang positifisme).
( hukum tidak bisa dipisahkan dari politik).
-Hukum direkonstrusi kembali.
-Hukum itu dapat dinegosiasikan.
-Hukum itu subyektif, tergantung pada politik dan kekuasaan.
-Hukum mengandung Hidden Politikal Interest.
-CLS ,menggugat keabsahan hukum.
-Mendekonstruksi hukum.

TEORI-TEORI SOSIOLOGI :
Teori-teori hukum
Sos Hukum Emile Durkheim
Teori-teori sosiologis
Max Weber
Emile Durkheim oarng Perancis, menjelaskan bahwa hkum harus dilihat dari prespektif solidaritas yang ada di masyarakatnya.
Solidaritas mekanis ( mechanical solidarity)
Masyarakat
Solidaritas organik ( organic soidarity)
Solidaritas mekanis ( seperti mesin otomatis) berbeda dengan solidaritas organis ( ikatan terjadi karena fungsi).
Gemeinschaaft bertype : -konsensus ( Talcott Parson) Ferdinant Tonies ( sederhana) -paguyuban ( joyo diguno)
Gesselschaaf -simple society( kuutza)
Gesselshaaft complex society.
( modern)

-Hukum bersifat restitutif karena pelanggaran terhadap hukum dipersonalisasikan terhadap si korban , srhingga hukum melin-
ngi kepentingan individu, hukum untuk mengganti kerugian in-
dividu ( perdata).
-conflict : disosiasi tinggi
-patembayan
-moshav (Ricard Swartz).
Masyarakat dengan solidaritas mekanis bahwa setiap pelanggaran hukum dianggap sebagai ancaman bagi kelompoknya sehingga harus ditekan, diharapkan tidak terjadi lagi, hukumnya relatif represif pidana, artinay kalau kita hendak melihat hukum-hukum yang ada, maka harus melihat dulu susunan masyarakatnya, akan tetapi bukan berarti di masyarakat gemeinschaaft tidak ada hukum perdata, hanya hukumnya cenderung ke pidana begitu juga sebaliknya.
Jadi teorinya Richard Swartz justru kebalikan dari teorinya Emile Durkheim.

Bab IV STRUKTUR SOSIAL

Struktur Sosial dalam masyarakat terdiri dari :
1. Social Norm.
2. Social institution
3. Social Stratification.
4. Social Group.
Social Control maksudnya supaya semua orang punya perilaku sesuai harapan yang menimbulkan komformitas social yaitu pola perilaku yang sesuai dengan norma sehingga tercapai tujuan diberlakukannya suatu kaidah sosial.
Kenyataannya sering terjadi kondisi-kondisi nonconformity, sehingga kontrol sosial yang dilakukan oleh masyarakat atau kekuasaan negara tidak sesuai harapan yang ada.

Kontrol social dapat dilakukan oleh masyarakat (social control by society) maupun oleh Negara (social control by government). Kontro oleh masyarakat melalui kaidah social non formal sementara oleh Negara dilakukan melalui kaidah social bersifat formal.
Dunia kenyataan dunia ideal
Das sein das sollen

Norma
Antara ideal dan nyata

Perilaku yang disebut conform
Kaidah sosial dan Hukum sebagai social Kontrol.
Social Control merupakan aspek normatif dalam kehidupan sosial.
Kontrol bertujuan agar perilaku masyarakat antar apa yang seharusnya ( nilai ideal) yang terumuskan dalam norma.
“Donald Black”
( Social Control is Quantitatif variabel kuatitatif, tidak konstan dan tidak ajeg)
The Quantity of law varios Intime and Place: Kuantity hukum bervariasi sesuai waktu dan tempat.
Contoh : Pasal 534 bahwa memperlihatkan alat kontrasepsi diddepan umum, dipidana.
Terjadi tarik-menarik antara hukum dan kontrol sosial.
-Hukum menguat ketika kontrol sosial lain melemah.
-Hukum melemah ketika kontrol sosial menguat.
Apakah dimungkinkan sama ?
-Dapat dimungkinkan karena akan memperkuat, namun ini dapat dikatakan mustahil, karena hukum merupakan Ultimum Remidium, hukum sebagai alternatif terakhir setelah kontrol sosial tidak mempan.
Richard schwartz.
-Kuutza ( kolektivisme) yang lebih efektif adalah kontrol sosial secara internal.
-Mashar ( individualistis) yang efektif, kontrol sosial melalui hukum.
Kaidah Sosial dan Kaidah Hukum sulit dibedakan :
-Karena keduannya teroperasi secara bersama dalam masyarakat.
-Ke-2nya mempunyai tujuan yang sama, sebagai alat kontrol sosial.
-Terjadi saling tarik diantara ke-2nya.
Leopad Pospisil
Kaidah dinamakan hukum jika memenuhi :
( atribut of authority)
-Kaidah itu dinamakan kaidah hukum jika dibuat oleh mereka yang punya kewenangan.
(atribut attention)
-Bahwa kaidah itu mempunyai tujuan dan berlaku secara unversal.
-Kaidah berlaku secara universal dan tidak untuk sementara waktu.

HUKUM DAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN.
Adanya hubungan yang saling keterkaitan, interaksi dan saling ketergantungan.
Hukum
Sosial politik
Ekonomi budaya

Hukum dan politik saling dominan untuk menjadi yang paling unggul/ dominan/ primer dalam konfigurasinya.
Hukum dalam kehidupan sistem sosial hukum menjadi hal yang berpengaruh.
Slah satu sistem yang dominan akan diikuti oleh sistem yang lainnya, demikian juga ketika terjadi supremasi hukum maka aspek-aspek lain mengikuti.
Daniel S. Lev.:
Politik adalah sistem yang primer dan hukum sebagai pengikutnya ( kehidupan negara berkembang/ negara bekas jajahan).
Contoh : Indonesia di masa ORBA.
-ORLA Politik dominan dan hukum menyesuaikan.
-ORBA Ekonomi dan hukum alat melegitimasi ekonomi.
-Orde Refo Politik dominan dan hukum menyesuaikan, walau agenda awal reformasi untuk supremasi hukum.
Mahfud M.D.
“Hukum Produk Politik”
Pengaruh konfigurasi politik terhadap karakter produk hukum
Variabel bebas/ pengaruh Variabel tergantung/ tergantung.
Konfigurasi politik karakter produk hukum
Demokratis responsif/ otonom, contoh kebebasan hakim.
Non demokratis/otoriter konservatif, ortodoks. progressif
Ciri-ciri demokratis:
-Peran serta publik dalam pembuatan kebijakan negara/ publik.
-Badan perwakilan menjalankan fungsi dalam pembuatan kebijakan.
-Pers bebas sebagai fungsi kontrol.
Ciri-ciri hukum yang responsif atau otonom:
-Hukum memenuhi kebutuhan kepentingan individu dan masyarakat.
-Proses pembuatan hukum partisipatif.
-Fungsi hukum sebagai instrumen pelaksana kehendak rakyat.
-Interpretasi hukum dilakukan oleh yudikatif.
Ciri-ciri konfigurasi hukum yang otoriter :
-Pemerintah atau eksekutif dominan.
-Badan perwakilan sebagai alat justifikasi ( tukang stempel).
Pers yang tidak bisa bebas.
Ciri-ciri konservatif:
-Hukum untuk memenuhi visi politik penguasa.
-Pembuatan hukum tidak partisipatif.
-Fungsi hukum sebagai legitimasi program penguasa.
-Hukum abstrak interpretasi penguasa sesuai dengan visi politiknya.

Hukum respresif Hukum otonom Hukum responsif
Tuj. Hukum ketertiban keabsahan kompetensi(kewenangan)
Legitimasi perlind. Masy& kebenaran keadilan
Dasar alasan prosedural substansial
Adnya negara
Peraturan2 Keras, terperin- dibuat dengan tunduk pada asas2 hukum
ci namun lunak teliti & mengi- + kebijakan
dan mengikat kat pada yang
pembuat perat. Membuat & di-
atur.
Alasan bersifat keras, melekat secara sesuai dengan tujuan merupa-
Ad hoc, tepat& ketat pada oto- kan perluasan dari kompeten
Tersendiri. Ritas hukum. Si legislatif tujuannya.
Diskresi Meresap dila- dibatasi oleh a- diperluas, tapi dipertanggung
Kukan sesuai turan, pengesa- jawabkan demi tujuan.
Denagn kesem- han wewenang
Patan yang ada
Pemaksaan Meluas, pemba- dikendalikan o- dicari kemungkinan, kira-kira
tasnya lunak. Leh pembatasan insentifdst yang diciptakan
hukum. Sendiri sesuai kewajiban.
Politik Hukum berada hukum terlepas aspirasi hukum dan politik
Di bawah kekua- dari kekerasan terintegrasi menjadi satu-ke-
saan politik. Politik. Satuan



Bab V Law and Social Changes

PERUBAHAN SOSIAL DAN HUKUM ( SOCIAL CHANGE ).
Setiap masyarakat pasti mengalami perubahan sosial, hanya prosesnay ada yang cepat, ada yang lambat.
Contoh: Orang Asmat beda dengan orang-orang kota.
Perubahan yang terlalu cepat, sehingga kadang hukum sulit untuk mengikutinya.
Robert Sutterland, 4 Faktor yang menyebabkan “Social Change”:
1. Karena ada proses inovation/ pembaruan.
2. Invention : penemuan teknologi di bidang industri, mesin dst.
3. Adaptation : adaptasi yaitu suatu proses meniru suatu cultur, gaya yang ada di masyarakat lain.
4. Adopsim: ikut dalam penggunaan penemuan teknologi.
Perubahan sosial adalah perubahan yang bersifat fundamental, mendasar, menyangkut perubahan niali sosial, pola perilaku, juga menyangkut perubahan institusi sosial, interaksi sosial, norma-norma sosial.
-Hubungan antara Social Change dengan hukum:
hhukum harus mengiuti perubahan sosial.
Hukum Social Change hukum akan merespon perubahan sosial jika ada sosial change, masalahnya hampir sebagian hukum tidak selalu bisa mengikuti perubahan sosial.
Efektivitas hukum sebagai tertib sosial : hukum untuk sosial control.
Pengendalian Sosial, menurut S. Rouck yaitu suatu proses/ kegiatan baik yang bersifat terencana atau tidak yang mempunyai tujuan untuk mendidik (edukatif), mengajak (persuasif), memaksa (represif), agar perilaku masyarakat sesuai dengan kaidah yang berlaku ( konform), sehingga hukum sebagai Agent of Stability ( hukum sbg penjaga stabilitas). Pada suatu ketika hukumada di belakang ( tertinggal).
-Perubahan Sosial.
Adanya perubahan sosial yang cepat tapi hukumnya belum bisa mengikuti disebut hukum sebagai Social Lag yaitu hukum tak mampu melayani kebutuhan sosial masyarakat, atau disebut juga disorganisasi, aturan lama sudah pudar tapi aturan pengganti belum ada.
-Anomie yaitu suatu kondisi di mana individu atau masyarakat tidak bisa mengukur apakah suatu perubahan dilarang atau tidak, malanggar hukum atau tidak.
-Hukum sebagai pelopor perubahan “ Agent of Change”
Setiap perubahan sosial menuntut perubahan hukum palin tidak ada dua institusi:
1. Lembaga Pembentuk Hukum.
2. Lembaga pelaksana Hukum.
Perubahan hukum tidak harus dimaknai perubahan UU atau bunyi pasal.
Hukum Modern:-Hukum tidak hanya merespon perubahan sosial yang terjadi tapi juga merespon hukum masa depan ( futuristik).
Common Law : hukum sebagai Judge Made Law.
Civil Law : yang melakukan perubahan hukum adalah Legislatif.
Lembaga Legislatif lebih berperan sebagai politik daripada eksekutif.
Contoh Pasal 534 KUHP : mematikan penegak hukum : secara normatif ada aturannya tapi prakteknya tidak berfungsi : dilarang mempertontonkan alat kontrasespsi di depan umum.

Roscoe Pound berpendapat bahwa hukumm sebagai alat perubahan sosial, sedangkan Karl Marx justru pendapatnya bertentangan yaitu bahwa perubahan sosial tidak mungkin diciptakan oleh hukum, tetapi teknologi dan ekonomi. Hukum merupakan suprastruktur di atas ekonomi dan teknologi.
Hukum sesungguhnya hanya institusi yang mengikuti perubahan sosial.
Menurut Von Savigny, hukum bukan merubah konsep dalam masyarakat karena hukum tumbuh secara alamiah dalam pergaulan masyarakat yang mana hukum selalu berubah seiring perubahan sosial.
Menurut Summer, ia tdak menyetujui hukum sebagai perubah sosial, menurutnya setiap perubahan sosial terjadi “ mores” yaitu aturan tidak tertulis yang hidup di masyarakat.Jadi hukum hanya melegalisasi mores menjadi hukum.
Hukum tidak sekedar produk masyarakat, tapi bisa dibentuk oleh pembentuk hukum itu sendiri, hakim dst. Jadi hukum bukan semata-mata tumbuh dalam masyarakat secara alami.
Menurut Roscoe Pound, bahwa hukum sebagai alat perekayasa sosial, contoh: hakim merekayasa sosial, terjadi di negara Common Law sedang di negara Civil Law hukum dibentu oleh para pembentuk hukum.
Dalam konsep John Austin, hukum adalah perintah dari kedaulatan, hukum sebagai instrumen yang melakukan/ memenuhi kebutuhan publik.
Pada UU yang baru, dimasukkan hal-hal supaya masyarakatnya berubah, contoh: adanya pengaruh dari luar pada UU HaKI, UU Kepailitan, dengan maksud untuk merubah perilaku orang dibidang HaKI, Kepailitan dst, karena pada awalnya orang Indonesia tidak mempunyai budaya untuk melindungi hak kekayaan intelektual, denagn beranggapan bahwa hal itu karunia Tuhan yang tidak perlu dipertahankan perlindungannya. Akhirnya dalam UU itu diberi muatan agar masyarakat mengetahui hal itu , ada kemungkinan gagal atau mungkin berhasil dalam hal ini. Jika internalisasi berhasil, maka akan diterima oleh masyarakat tapi jika tidak berhasil yang terjadi “ soft development” (perkembangan yang lunak) atau hampir tidak ada pengaruhnya terhadap masyarakat.
Hukum sebagai sarana perubahan sosial, Law As Tool of Social Engeenerig/ social planing.
Hukum diberi muatan nilai baru yang bertujuan untuk mempengaruhi atau menimbulkan perubahan sosial secara terarah dan terencana.
The Process of Social Engeenering by The Law









Nilai baru

Hukum/ UU Role expectation

feed Implementasi
back
Role performance
Social change
Cara melakukan perubahan sosial ( menurut Soerjono Soekanto) :
1. Memberi imbalan ( reward) bagi pemegang peran.
2. Mermuskan tugas penegak hukum untuk menyerasikan peran dan kaidah hukum.
3. Mengeliminasi pengaruh negatif pihak ke-3.
4. Mengusahakan perubahan pada persepsi, sikap dan pemegang peran.
1. direct change
Hukum
2 . Indirect change
Ad 1), Dengan adanya peraturan keputusan baru maka ada perubahan nlai, pola perilaku lembaga-lembaga dst yang seketika / langsung.
Contoh: yurisprudensi MA, hak mewaris janda sama dengan anak kandung: mematahkan pemikiran bahwa warisan hanya untuk yang berhubungan darah.
Contoh lain: UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan, bahwa syarat usia kawin di hukum Adat tidak ada juga di hukum Islam.
Nilai Sosia adalah suatu persepsi/ anggapan yang ada pada sebagian besar masyarakat mengenai apa yang dianggap buruk, boleh, etis, sopan dst.
Ad 2). Indirect change : terjadi ketika hukum hanya memfasilitasi tumbuhnya Agent of Change.
Contoh: UU No 20 tahun 2003 tentang lembaga pendidikan orang-orang yang pintar,kuat, terdidik, diharapkan bisa mendorong perubahan masyarakat mendatang. Semakin tidak terdidik sesorang, semakin sulit melakukan perubahan sosial, karena cenderung untuk curiga, tidak bisa megakses ke luar, cenderung mempertahankan status quo, tapi kalangan pendidikan justru sebaliknya yaitu cenderung progressif untuk melaukan perubahan sosial.
Menurut Chamblis & Seidman 1971 Law order and Power.
Proses pelembagaan: (1) efektifitas (2) kekuatan menentang
Ditentukan oleh 3 penanaman unsur baru dari masyarakat.
Faktor (3) kecepatan (jangka waktu)
Menanam unsur baru.
Ad 1) Seberapa jauh dalam menanamkan nilai-nilai itu ke dalam perilaku masyarakat.
Ad 2) Sejauh mana resistensi masyarakat terhadap perubahan baru jika eksistensi makin kuat maka pelembagaannya makin berhasil.
Ad 3) Dibagi waktu yang digunakan untuk menanam unsur baru tersebut.
Faktor yang menetukan keberhasilan pencegahan hukum/ efektifitas hukum ada 4 :
1, Pengguanaan situasi yang dihadapi dengan baik.
2, Analisa terhadap nilai-nilai yang ada.
3, Verifikasi hipotesa.
4, Pengukuran efek UU yang ada.
Menurut William Evans : prasarat yang menentukan keberhasilan hukum sebagai alat perubahan sosial :
1. Apakah sumber hukum yang baru memiliki kewenangan dalam wibawa.
2. Apakah hukum yang baru telah memiliki dasar pembenar yang dapat dijelaskan.
3. Apakah isi hukum yang baru telah disiarkan sedcara luas.
4. Apakah jangka waktu peralihan yang digunakan telah dipertimbangkan dengan baik.
5. Apakah penegak hukum menunjukkan rasa ketertarikannya terhadap UU yang baru.
6. Apakah pengenaan sanksi menjadi efektif.


Bab VI
KEPATUHAN HUKUM
DAN KEEFEKTIFAN HUKUM

Keefektifan hukum adalah situasi dimana hukum yang berlaku dapat dilaksanakan, ditaati dan berdaya guna sebagai alat kontrol sosial atau sesuai tujuan dibuatnya hukum tersebut.
Soerjono Soekanto : 1993 : 5
Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan / keefektifan hukum:
1. Hukum/UU /peraturan.
2. Penegak hukum ( pembentuk hukum maupun penerap hukum).
3. Sarana atau fasilitas pendukung.
4. Masyarakat
5. Budaya hukum (legal cultur).

Ad 1) Kalau hukum itu baik, maka ada kejelasannya penafsiran, sinkronisasi baik vertikal maupun horizontal.
Ad 2) Semua Capres, janji penegakan hukum, berantas KKN, tapi persoalannya dimuali dari orang kemudian sistemnya.
Ad 3) Legal officer tidak profesional, semuanya menjadi tidak berfungsi maksimal. Sebetulnya ke-2 unsur di atas sama fungsinya.Penegak hukum yang baik, kalau peraturannya tidak memadai maka tidak akan berjalan dengan baik.
Ad 4) Masyarakat ( kesadaran hukum).
Hukum
Budaya hk.
Kesadaran hukum variabel perantara yang menghubungkan hu-
Kum dengan perilaku masyarakat.
Perilaku hukum artinya satu variabel yang akan menentukan
Apakah hukum yang ada akan menjadi peri-
Laku hukum/ tidak, sehingga kesadaran hu-
Kum menjadi faktor yang paling menentukan.
Masalahnya banyak masyaraktat yang tidak memiliki kesadaran hukum sehingga kadang hukum hanya berhenti sampai pengaturan saja.
Contoh : sahnya perkawinan/ syarat nikah, bagaiman ? harus sesuai ketentuan UU Perkawinan, untuk itu perlu kesadaran hukum.
Dalam teorinya Berl Kutschinky, kesadaran hukum yaitu variabel yang berisi 4 komponen yaitu:
1. Komponen Legal Awareness yaitu aspek mengenai pengetahuan terhadap peraturan hukum yang dimiliki oleh masyarakat. Jadi teori hukum menyatakan bahwa ketika hukum ditegakkan maka mengikat. Menurut teori residu semua orang dianggap tahu hukum tapi kenyataannya tidak begitu, maka perlu Legal Awareness. Contoh ketika akan melakukan kontrak, tahu dulu UU-nya.
2. Legal Acquaintances : pemahaman hukum. Jadi orang memahami isi daripada peraturan hukum, mengetahui substansi dari UU.
3. Legal Attitude ( sikap hukum). Artinya kalau seseorang sudah memberikan apressiasi & memberikan sikap : apakah UU baik/ tidak, manfaatnya apa ? dst.
4. Legal Behavior ( perilaku hukum), orang tidak sekedar tahu, memahami tapi juga sudah mengaplikasikan. Banyak orang tidak tahu hukum tapi perilakunya sesuai hukum begitu juga banyak orang tahu hukum tapi justru perilakunya melanggar hukum. Bahwa orang yang memiliki kesadaran hukum yang rendah, misal jika menggunakan skor 4-5, sedang yang tertinggi skor 7-10 dst.Bahwa belum tentu ketentuan pertama menjadi prasarat ketentuan berikutnya.Hal yang lebih ideal, jika ke-4 ketentuan memenuhi sarat. Asumsinya hal di atas dalam keadaan normal ada proses sosialisasi hukum, penyuluhan, pendidikan hukum dst.
Mengapa orang patuh pada hukum?
Menurut Robert Biersted, 1970, The Social Order, Tokyo: Mac Graw Hill Kogakusha Ltd, p. 227-229.
Proses kepatuhan seseorang terhadap hukum kemungkinan adalah:
1.Indoctrination: penanaman kepatuhan secara sengaja.
2.Habituation : pembiasaan perilaku.
3.Utility ;pemanfaatan dari kaidah yang dipatuhi.
4.Group Indentification: mengidentifikasikan dalam kelompok tertentu.
Menurut Herbert C. Kelman 1966, Compliance, identification.
Leopold Pospisil 1971, Antropology of Law, Dasar-dasar Kepatuhan Hukum:
1. Compliance : patuh hukum karena ingin dapat penghargaan dan menghindari sanksi.
2. Identification : menerima karena seseorang berkehendak.
3. Internalization : menerima/ diterima oleh individu karena telah menemukan isi yag instrinsik.
Menurut ( E. Howard& R.S. Summer 1965):
Faktor yang mempengaruhi keefektifan hukum:
1. Mudah tidaknya ketidaktaatan atau pelanggaran hukum itu dilihat/ disidik. Makin mudah makin efektif.Contoh :Pelanggaran narkoba (hukum pidana) lebih mudah dari pada pelanggaran hak asasi manusia(HAM).
2. Siapakah yang bertanggung jawab menegakkan hukum yang bersangkutan. Contoh narkoba: tanggung jawab negara : leih efektif, HAM : taggung jawab individu/ warga : kurang efektif.
Syarat agar hukum efektif (ibid) :
1. UU dirancang dg baik, kaidahnya jelas, mudah dipahani & penuh kepastian.
2. UU sebaiknya bersifat malarang ( prohibitur) dan bukan mengharuskan/ membolehkan ( mandatur).
3. Sanksi haruslah tepat dan sesuai tujuan.
4. Beratnya sanksi tidak boleh berlebihan( sebanding dengan pelanggarannya).
5. Mengatur terhadap perbuatan yang mudah dilihat.
6. Mengandung larangan yang berkesesuaian dengan moral.
7. Pelaksana hukum menjalankan tugasnya dg baik, menyebarluaskan UU, penafsira seragam dan konsisten.

Konsensus

Konsensus (Inggris Consensus) adalah sebuah frase untuk menghasilkan atau menjadikan sebuah kesepakatan yang disetujui secara bersama-sama antar kelompok atau individu setelah adanya perdebatan dan penelitian yang dilakukan dalam kolektif intelijen untuk mendapatkan konsensus pengambilan keputusan. konsensus yang dilakukan dalam gagasan abstrak, tidak mempunyai implikasi terhadap konsensus politik praktis akan tetapi tindak lanjut pelaksanaan agenda akan lebih mudah dilakukan dalam mempengaruhi konsensus politik. konsensus bisa pula berawal hanya merupakan sebuah pendapat atau gagasan yang kemudian diadopsi oleh sebuah kelompok kepada kelompok yang lebih besar karena bedasarkan kepentingan (seringkali dengan melalui sebuah fasilitasi) hingga dapat mencapai pada tinggkat konvergen keputusan yang akan dikembangkan.
Wikipedia,

Kompetisi

Kompetisi adalah kata kerja intransitive yang berarti tidak membutuhkan objek sebagai korban kecuali ditambah dengan pasangan kata lain seperti against (melawan), over (atas), atau with (dengan). Tambahan itu pilihan hidup dan bisa disesuaikan dengan kepentingan keadaan menurut versi tertentu.
Menurut Deaux, Dane, & Wrightsman (1993), kompetisi adalah aktivitas mencapai tujuan dengan cara mengalahkan orang lain atau kelompok. Individu atau kelompok memilih untuk bekerja sama atau berkompetisi tergantung dari struktur reward dalam suatu situasi.
Menurut Chaplin (1999), kompetisi adalah saling mengatasi dan berjuang antara dua individu, atau antara beberapa kelompok untuk memperebutkan objek yang sama.
Kompetisi dalam istilah biologi berarti persaingan dua organisme atau lebih untuk mendapatkan kebutuhan hidup mereka. Berdasarkan kebutuhan tersebut kompetisi dibagi menjadi: (1) Kompetisi teritorial yaitu kompetisi untuk memperebutkan wilayah atau teritori tempat tinggal organisme, hal ini berkaitan dengan kompetisi selanjutnya. (2) Kompetisi makanan yaitu kompetisi untuk memperebutkan mangsa atau makanan dari wilayah-wilayah buruan.
Kompetisi juga dapat dibagi menjadi: (1) kompetisi internal adalah kompetisi pada organisme dalam satu spesies dan (2) kompetisi eksternal adalah kompetisi pada organisme yang berbeda spesiesnya. Kompetisi dapat berakibat positif atau negatif bagi salah satu pihak organisme atau bahakn berakibat negatif bagi keduanya. Kompetisi tidak selalu salah dan diperlukan dalam ekosistem, untuk menunjang daya dukung lingkungan dengan mengurangi ledakan populasi hewan yang berkompetisi.

Sistem kompetisi adalah sistem pertandingan yang dipakai dalam suatu turnamen, biasanya olah raga, yang mempertemukan setiap peserta dengan peserta lainnya secara lengkap. Sebagai contoh, dalam suatu turnamen dengan delapan peserta, setiap peserta akan bertemu/bertanding dengan tujuh peserta lainnya.
Sistem kompetisi yang paling umum dipakai adalah sistem kompetisi penuh dan sistem setengah kompetisi. Dalam kompetisi penuh (bahasa Inggris: double round-robin), setiap peserta akan bertemu dengan peserta lainnya dua kali, biasanya satu pertemuan sebagai tuan rumah ("pertandingan kandang") dan satu pertemuan sebagai tamu ("pertandingan tandang"). Dalam sistem setengah kompetisi (round-robin), setiap peserta akan bertemu dengan semua peserta lainnya satu kali. Sistem kompetisi penuh dipakai dalam banyak kompetisi liga olah raga penting, seperti sepak bola dan bola basket. Sistem setengah kompetisi biasanya dipakai dalam suatu babak penyisihan suatu turnamen, yang sering kali dilanjutkan dengan sistem gugur.
Suatu turnamen setengah kompetisi dengan empat peserta diistilahkan dengan "quad".
Wikipedia,

Konflik

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Faktor penyebab konflik
• Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
• Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
• Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
• Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
Jenis-jenis konflik
Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 4 macam :
• konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))
• konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
• konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
• konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
• konflik antar atau tidak antar agama
• konflik antar politik.
Akibat konflik
Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
• meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
• keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
• perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.
• kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
• dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:
• Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
• Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.
• Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
• Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.
Contoh konflik
• Konflik Vietnam berubah menjadi perang.
• Konflik Timur Tengah merupakan contoh konflik yang tidak terkontrol, sehingga timbul kekerasan. hal ini dapat dilihat dalam konflik Israel dan Palestina.
• Konflik Katolik-Protestan di Irlandia Utara memberikan contoh konflik bersejarah lainnya.
• Banyak konflik yang terjadi karena perbedaan ras dan etnis. Ini termasuk konflik Bosnia-Kroasia (lihat Kosovo), konflik di Rwanda, dan konflik di Kazakhstan.

wikipedia,

Jumat, 26 Maret 2010

Organisasi

Organisasi (Yunani: ὄργανον, organon - alat) adalah suatu kelompok orang dalam suatu wadah unt tujuan bersama . Baik dalam penggunaan sehari-hari maupun ilmiah, istilah ini digunakan dengan banyak cara.
Dalam ilmu-ilmu sosial, organisasi dipelajari oleh periset dari berbagai bidang ilmu, terutama sosiologi, ekonomi, ilmu politik, psikologi, dan manajemen. Kajian mengenai organisasi sering disebut studi organisasi (organizational studies), perilaku organisasi (organizational behaviour), atau analisa organisasi (organization analysis). Terdapat beberapa teori dan perspektif mengenai organisasi, ada yang cocok sama satu sama lain, dan ada pula yang berbeda.
Wikipedia,

Masyarakat

Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.

Menurut Syaikh Taqyuddin An-Nabhani, sekelompok manusia dapat dikatakan sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem/aturan yang sama. Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia kemudian berinteraksi sesama mereka berdasarkan kemaslahatan.

Masyarakat sering diorganisasikan berdasarkan cara utamanya dalam bermata pencaharian. Pakar ilmu sosial mengidentifikasikan ada: masyarakat pemburu, masyarakat pastoral nomadis, masyarakat bercocoktanam, dan masyarakat agrikultural intensif, yang juga disebut masyarakat peradaban. Sebagian pakar menganggap masyarakat industri dan pasca-industri sebagai kelompok masyarakat yang terpisah dari masyarakat agrikultural tradisional.

Masyarakat dapat pula diorganisasikan berdasarkan struktur politiknya: berdasarkan urutan kompleksitas dan besar, terdapat masyarakat band, suku, chiefdom, dan masyarakat negara.

Kata society berasal dari bahasa latin, societas, yang berarti hubungan persahabatan dengan yang lain. Societas diturunkan dari kata socius yang berarti teman, sehingga arti society berhubungan erat dengan kata sosial. Secara implisit, kata society mengandung makna bahwa setiap anggotanya mempunyai perhatian dan kepentingan yang sama dalam mencapai tujuan bersama.
Wikipedia,